(oleh Aries Kurniawan)
Dewasa ini masyarakat secara umum mengetahui bentuk perupaan atau waruga kujang sebagai simbol atau lambang pemerintahan provinsi Jawa Barat, nama divisi angkatan bersenjata , perguruan silat, sanggar kesenian Sunda dan merek dagang produsen pupuk dan semen. Sangat sedikit masyarakat yang memahami bagaimana sejarah kujang yang sebenarnya. Hal ini diakibatkan sangat sedikitnya sumber kepustakaan atau literatur yang tersedia untuk dijadikan rujukan.
Kujang merupakan pusaka yang merefleksikan ajaran Sunda Besar, yang dimulai misi Salaka Domas atau Sunda Wiwitan, dengan paradigma kebangsaan Mula Sarwa Stiwa Danikaya pada tahun 78 M. Kujang menjadi pusaka atau gagaman sebagai wujud dari terbentuknya sistem ketatanegaraan purba, yaitu dimulainya pemerintahan nagara di Jawa Dwipa.
Kujang berasal dari kata Ku Jawa Hyang atau Ku Dyah Hyang dan kemudian menjadi Kudi Hyang, yang menyiratkan Jawa Dwipa berperan sebagai Ibu Pertiwi dan pulau- pulau lainnya di luar P. Jawa sebagai Nusa Persada. Secara totalitas wilayah teritorial nagara purba menyiratkan bahwa Nusa Persada ada di pangkuan Ibu Pertiwi atau disebut dengan istilah ”Papat kalima pancer”, yaitu: Jawa Dwipa, Swarna Dwipa , Simhala Dwipa, Waruna Dwipa dan Parahyangan sebagai Pancer atau Kamaharaja’an.
Nusa Persada dalam sistematika nagara purba berkarakteristik Kadatuan (Kadaton) atau Ka-Resi-an, dan para pemimpinnya bergelar Datuk atau Resi, sementara Jawa Dwipa menjadi Pancer atau Puser, disebut juga Ka-Ratu-an (Karaton) dan para pemimpinnya bergelar Ratu. Para Resi atau Datuk mempunyai kekuatan hukum dan keilmuan dalam nagara. Resi mempunyai tugas sebagai penasehat Ratu dalam menjalankan roda pemerintahan nagara. Sementara Ratu berfungsi sebagai pelaksana program atau instruksi dari para Datuk atau Resi. Ratu mempunyai kekuasaan teritorial atau wilayah. Pada awalnya Pusaka kujang menjadi lambang kekuasaan para Ratu, dan keris menjadi pusaka atau gagaman para resi atau Ku Resi.
Seiring dengan perkembangan sistem ketatanagaraan purba dan semangat perkembangan jaman ( Upgrading Spiral ), pusaka Kudi dan Kujang mengalami banyak perkembangan, baik dari segi bahan baku atau material dasar, teknis pengolahan atau garap, variasi bentuk dapuran, ukuran dan fungsinya. Pusaka kudi dan kujang secara keseluruhan merefleksikan ajaran Sunda Besar sebagai wujud dari nagara, ajaran, ratu dan karajaan.
Kujang merupakan sebuah gagaman atau pusaka, dimana bentuk awal visual atau waruganya dianggap mengambil bentuk dari binatang bersayap atau burung (unggas). Hal ini merupakan wujud dari dimulainnya sistem ketatanegaraan di wilayah Sunda Besar atau Nusa Kendeng (Dwipantara), yang sebelumnya merupakan negara yang berkarakteristik agama atau Kadatuan (Karesian). Perlambangan Kujang, menyiratkan perjalanan sistem nagara purba dan para tokoh pelaku sejarah yang dianggap mempunyai jasa besar kepada nagara. Hal ini diabadikan atau disilibkeun pada nama dapuran kujang jumlah mata atau lubang yang terdapat pada struktur bentuk atau Waruganya. Sebagai pusaka yang melambangkan etika, estetika dan falsafah, kujang dipakai sebagai lambang pemerintahan provinsi Jawa Barat ; dan berbagai organisasi lainnya. Hal ini menyiratkan harapan bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dapat diimplementasikan dengan baik.
Petuah Sunda Besar, bahwa dalam kehidupan ”Tekad, Ucap, Lampah kudu saluyu”, hal ini tercermin dalam bahan dasar kujang, yang terdiri dari : Waja, Wesi dan Pamor. Waja melambangkan kekerasan sebuah tekad, Wesi melambangkan bener dan jujur dalam laku-lampah, dan Pamor sebagai keindahan ucap dan santun dalam bertutur kata.
Kesederhanaan bentuk kujang merupakan hasil integrasi dari nilai-nilai luhur, tafsir dan makna di dalam : Agama Budaya, Negara, Sejarah, Filsafat dan Hakekat (Simplification is the Crown of Beauty). Refleksi dari karakteristik budaya Sunda Besar, yang ”Depe-depe Handap asor”, ” Teu sudi ngajajah , Teu Sudi Dijajah ”, “Teu Sirik Pidik Jail Kaniayaya“, tercermin dalam perjalanan nagara purba dimulai dari Salaka Nagara-Taruma Nagara- Cupunagara – Banjar Nagara - Pajajaran Nagara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar